Download Majalah Farmasetika

JEMPERLI: Obat Baru Untuk Kanker Endometrium yang Diakui FDA

Majalah Farmasetika – Kanker endometrium merupakan kanker yang sering terjadi pada wanita. Kanker ini biasanya ditangani dengan berbagai terapi, seperti pembedahan, radiasi dan kemoterpi.

Kemoterapi adalah penanganan kanker dengan menggunakan obat-obatan yang biasanya dikombinasi dari doxorubisin, paclitaxel, cisplatin, dan lain sebagainya.

Pengembangan mengenai agen terapi kanker endometrium telah berhasil dilakukan oleh FDA dengan pengembangan sediaan yang dikenal dengan nama JEMPERLI yang telah diujikan baik secara praklinis maupun pengujian klinis dan telah disetujui untuk penanganan penyakit ini.

Oleh karena itu, pada artikel ini akan dibahas mengenai obat terbaru untuk kanker endometrium, dari mekanisme hingga pengujian-pengujian yang dilakukan.

  1. Kanker endometrium

Kanker endometrium adalah kanker yang menyerang endometrium atau lapisan rahim bagian dalam. Kanker ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena adanya peningkatan paparan unopposed estrogen pada endometrium (umur, menstruasi, paritas, terapi sulih hormon, diet, obesitas, genetik) merupakan faktor risiko kanker endometrium. Paparan unopposed estrogen yang lama dan banyak menyebabkan hiperplasia endometrium berupa hiperplasia atipik dan nonatipik. Selanjutnya, hiperplasia endometrium tipe atipik akan berkembang menjadi kanker endometrium (Hammond & Johnson, 2001).

kanker urutan kelima dengan keganasan ginokinosis yang tinggi pada tahun 2012. Jumlah kasus baru diperkirakan akan meningkat sekitar 70% dimasa mendatang (sekitar 20 tahun yang akan dating) (Bansal et al., 2009). Ditemukan insiden yang bervariasi di tiap negara. Di Indonesia, penelitian terakhir mendapatkan prevalensi kanker endometrium di RSCM Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Di Poli Onkologi RS. Dr. Soetomo (RSDS) selama tahun 2010 ditemukan 25 kasus baru dengan jumlah kunjungan penderita kanker endometrium 253 kali dari 5.786 total kunjungan. Kasus kanker endometrium ditemukan pada wanita di atas 50 tahun dengan umur rata-rata 63 tahun. Sekitar 20%−25% wanita didiagnosis sebelum menopause dan sekitar 5% ditemukan pada umur kurang dari 40 tahun (Aziz et al., 2010). Mengingat banyaknya prevalensi kejadian kanker ini baik di dunia maupun Indonesia, penting untuk dilakukan pengembangan mengenai terapi dari penyakit ini.

  1. Penanganan kanker endometrium di Indonesia

Penanganan untuk kanker endometrium saat ini telah banyak dilakukan dari terpi pembedahan, hingga terapi adjuvant seperti terapi radiasi dan kemoterapi. Untuk kemoterapi sendiri menggunakan obat-obatan kanker pada umumnya seperti doxorubisin, paclitaxel, cisplatin, siklofosfamid, yang diberikan secara kombinasi tergantung dari keparahan kanker itu sendiri (ringan, sedang dan parah) (Brooks et al., 2019).

Penggunaan agen-agen kemoterapi ini tentu saja memberikan banyak efek samping yang tidak diinginkan, karena kurangnya selektivitas dari obat. pengembangan terbaru untuk terapi kanker endometrium masih sangat dibutuhkan untuk mendapatkan efektivitas yang baik namun dengan efek samping yang minim. Oleh karena itu, banyaknya pengembangan-pengembangan yang dilakukan terhadap obat baik dari sintesis obat baru maupun pengembangan obat yang telah ada.

  1. Jemperli

Jemperli adalah salah satu sediaan injeksi intravena yang baru saja diakui FDA pada tahun 2021. Obat ini memiliki kandungan dostarlimbab-gxly yang diindikasikan untuk pengobatan pasien kanker endometrium stadium lanjut dan juga pada pasien dewasa dengan mismatch repair deficient (dMMR) rekuren atau kanker endometrium stadium lanjut. Dosis yang dapat diberikan dari sediaan ini adalah 500 mg setiap 3 minggu.Dosis selanjutnya dimulai 3 minggu setelah Dosis 4 (Dosis 5 dan seterusnya): 1.000 mg setiap 6 minggu. Untuk pemberian infus intravena selama 30 menit (FDA, 2021).

Baca :  Durvalumab Tingkatkan Kelangsungan Hidup Pasien Kanker Saluran Empedu Tingkat Lanjut

Mekanisme dari Jemperli sendiri adalah dengan mengikatan ligan dari reseptor PD-1, berupa PD-L1 dan PD-L2, yang ditemukan pada sel T menghambat proliferasi sel-T dan produksi sitokin. Peningkatan regulasi ligan PD-1 terjadi pada beberapa tumor dan banyak diekspresikan pada tumor yang ganas, dan pensinyalan melalui jalur ini dapat berkontribusi pada penghambatan surveilans imun sel T aktif pada tumor. Ikatan PD-L1 dan PD-1 menyebabkan progresivitas tumor dengan melindungi tumor dari respons imun tubuh. Ikatan PD-1 (programmed death receptor 1) dan ligan PD-L1 menyebabkan rekrutmen enzim fosfatase yang menyebabkan inaktivasi limfosit T. ikatan ini dapat menyebabkan blokade respons imun yang dimediasi oleh limfosit T sehingga blokade ikatan PD-L1 dengan PD-1 dapat efektif sebagai imunoterapi terhadap kanker (Pramono et al, 2019).

Dostarlimab-gxly yang terkandung pada Jemperli adalah antibodi monoklonal manusiawi dari isotipe IgG4 yang mengikat reseptor PD-1 dan memblokir interaksinya dengan PD-L1 dan PD-L2, melepaskan penghambatan respon imun yang dimediasi jalur PD-1, termasuk anti- respon imun tumor. Pada model tumor tikus syngeneic, pemblokiran aktivitas PD-1 mengakibatkan penurunan pertumbuhan tumor (FDA, 2021). Dari mekanisme ini dapat dilihat bahwa mekanisme Jemperli dapat menspesifikkan kerjanya pada reseptor yang hanya banyak diekspresikan pada sel kanker saja, sehingga efek sitotoksik pada sel sehat dapat dikurangi.

Pengujian fertilitas secara pra klinik dilakukan dengan dosis berlulang selama 1 dan 3 bulan pada monyet, ditemukan tidak ada efek yang terlihat pada organ reproduksi jantan dan betina. Namun, banyak hewan dalam penelitian ini yang tidak matang secara seksual. Sedangkan untuk pengujian karsinogenik belum pernah ada pengujian sebelumnya. Untuk pengujian toksikologi secara pra klinis juga telah dilakukan pada model hewan, penghambatan sinyal PD-L1 / PD-1 meningkatkan keparahan beberapa infeksi dan meningkatkan respons inflamasi. Tikus knockout yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis PD-1 menunjukkan kelangsungan hidup yang menurun dibandingkan dengan kontrol tipe liar, yang berkorelasi dengan peningkatan proliferasi bakteri dan respons inflamasi pada hewan ini. Tikus knockout PD-L1 dan PD-1 dan tikus yang menerima antibodi penghambat PD-L1 juga menunjukkan penurunan kelangsungan hidup setelah infeksi virus choriomeningitis limfositik (FDA, 2021)..

Baca :  Inilah Obat Antimual Akibat Kemoterapi Pertama yang Bertahan 5 Hari dalam Tubuh

Pengujian klinik diujikan pada populasi efikasi terdiri dari kohort 71 pasien dengan mismatch repair deficient (dMMR) rekuren atau EC lanjutan yang telah berkembang pada atau setelah pengobatan dengan rejimen yang mengandung platinum. Pasien dengan pengobatan sebelumnya dengan antibodi penghambat PD-1 / PD-L1 atau terapi penghambat checkpoint imun lainnya dan pasien dengan penyakit autoimun yang membutuhkan terapi sistemik dengan agen imunosupresan dalam waktu 2 tahun dikeluarkan dari penelitian. Pasien menerima JEMPERLI 500 mg secara intravena setiap 3 minggu untuk 4 dosis diikuti oleh 1.000 mg secara intravena setiap 6 minggu. Perawatan dilanjutkan sampai perkembangan penyakit atau toksisitas yang tidak dapat diterima. Ukuran hasil khasiat utama adalah Tingkat Respons Keseluruhan (ORR) dan Durasi Respons (DOR). Setelah pengujian-pengujian yang dilakukan, ditetapkan bahwa Jemperli aman untuk digunakan dengan efek samping terbanyak yaitu merasa lelah, mual, diare, anemia, dan konstipasi (FDA, 2021).

4. Kesimpulan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa, Jemperli merupakan obat yang secara efektif mampu mengurangi proliferasi sel kanker payudara dengan mekanisme menghambat pengikatan PD-L1/PD-L2 pada reseptor PD-1. Obat ini juga telah diujikan keamanannya baik secara klinis maupun praklinis jadi aman untuk digunakan. Pengadaan Jemperli di Indonesia sangat dibutuhkan, mengingat prevalensi kasus kanker endometrium yang ada di Indonesia yang tidak sedikit, sehingganya diharapkan dapat mengurangi jumlah kematian pasien yang disebabkan oleh kanker ini.

5. Daftar putaka

Aziz, M. F., Andrijono, & Saifuddin, A. B. (2010). Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. In Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Bansal, N., Yendluri, V., & Wenham, R. M. (2009). The molecular biology of endometrial cancers and the implications for pathogenesis, classification, and targeted therapies. Cancer Control, 16(1). https://doi.org/10.1177/107327480901600102

Brooks, R. A., Fleming, G. F., Lastra, R. R., Lee, N. K., Moroney, J. W., Son, C. H., Tatebe, K., & Veneris, J. L. (2019). Current recommendations and recent progress in endometrial cancer. CA: A Cancer Journal for Clinicians. https://doi.org/10.3322/caac.21561

Hammond, R., & Johnson, J. (2001). Endometrial hyperplasia. Current Obstetrics and Gynaecology, 11(3). https://doi.org/10.1054/cuog.2001.0178

FDA. 2021. Highlight of Predescribing Information: JEMPERI. FDA.

Pramono, M., Meilania, S., Endah, Z. (2019). Efek Aktivitas Programmed Death Ligan 1 (PD-L1) Pada Adenokarsinoma Paru.Pratista Patologi.

Share this:

About Lisa puluhulawa

Check Also

FDA telah menyetujui 2 metode administrasi baru untuk tablet obat antikejang (ASM) cenobamate (Xcopri; SK Biopharmaceuticals).

Majalah Farmasetika – Obat ini ditujukan untuk pasien dewasa dengan kejang parsial, dan kini obat …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.